Thaif merupakan salah satu kota yang memiliki hawa sejuk, karena berada
di lembah pegunungan Asir dan penunungan Al-Hada. Kota yang terletak
sekitar 67 kilometer atau 1 jam 45 menit dari Kota Makkah Al-Mukarramah
ini terkenal dengan perkebunan Delima, Kurma, sayuran lainnya, termasuk
juga banyak tumbuh pohon Zaqqum, pohon berduri.
Hawa sejuk,
layaknya seperti udara di Puncak Pas, Bogor, Jawa Barat ini, mulai
terasa ketika detikcom bersama sejumlah wartawan melakukan perjalanan ke
Thaif tiga tahun lalu. Diperkirakan suhu udara di kawasan ini mencapai
20 derajat celsius, sehingga membuat nyes di kulit.
Jalan menuju
Thaif, khususnya ketika melewati Pegunungan Asir dan Pegunungan Al-Hada
berkelok-kelok, panjang dan menanjak mengelilingi pinggiran pegunungan
hingga puncaknya. Puncak pegunungan yang berbeda
dengan Puncak, Bogor
atau tempat lainnya di Indonesia. Pegunungan di sini relatif tidak ada
pepohonan, tandus, berbatu dan berpasir.
Namun, ketika memasuki
kota Al-Hada sebelum Thaif, sepanjang jalan baru ditemukan sejumlah
pepohonan dan perkebunan kurma. Beberapa rumah tradisional juga berdiri
di tengah-tengah perkebunan itu. Di sepanjang
kawasan ini juga
dipenuhi sejumlah tempat wisata bagi penduduk Arab Saudi. Di tempat ini
juga terdapat kawasan yang dijadikan tempat ber-Miqot atau untuk
berihrom haji atau umrah, yaitu di Wadi Sair Kabir.
Kesejukan
kota Thaif banyak digunakan sebagai tempat peristirahatan dan pariwisata
di musim panas. Bahkan para raja dan kerabatnya banyak membangun
tempat-tempat peristirahatan di kawasan ini. Sehingga Thaif
juga
mendapat julukan Qaryah Al-Mulk atau Desa Para Raja. Di kota ini juga
sering diselenggarakan pertemuan-pertemuan dan perjanjian-perjanjian
bilateral, regional dan internasional.
Menurut informasi yang
diperoleh para mukmin dan sejumlah literatur, sebenarnya di kota ini
sering diselenggarakan perlombaan balap onta. Namun, menjelang musim
dingin di antara bulan Oktober hingga Januari, di kawasan ini juga di
kawasan Al-Safa, adalah musim Delima dan Bunga Anggrek.
Yang
menarik, dalam perjalanan rombongan yang disopiri Hamdan Bakri atau
Syamsul Nawawi menunjukan sejumlah Pohon Zaqqum yang tumbuh di antara
perbukitan dari Thaif menuju Al-Safa. Akhirnya, kami menghentikan
sejenak perjalanan, memperhatikan pohon yang ditumbuhi duri-duri yang
besar dan tajam, dan tidak ketinggalan berfoto ria, sebelum bubar karena
mobil patroli polisi (askar baladiyah) datang.
Maklum, rombongan
was-was juga memasuki kota Thaif, karena tidak memiliki Tasrih (surat
izin) atau visa mengunjungi kota ini. Sebab selama musim haji, jamaah
haji tidak diperkenankan masuk ke wilayah itu, karena hanya mengantungi
visa haji, bukan wisata atau visa bekerja. Namun, rombongan memberanikan
diri masuk, dan memang tiga pos Check Point yang dilewati tidak pernah
menghentikan kendaraan yang ditumpangi rombongan wartawan.
Pohon
Zaqqum, memang tidak ada di Indonesia atau negara lainnya. Ini menarik,
ditambah lagi di dalam Alquran Surah Al-Waqi'ah ayat 52-56 tentang
keberadaan Pohon Zaqqum. Di dalam ayat itu disebutkan bahwa
para
penghuni neraka kelak akan diberikan makanan dari Pohon Zaqqum. Para
penghuni neraka akan diberi makanan yang luar biasa pahitnya.
Pengalaman Pahit Rasulullah SAW di Thaif
Thaif
dalam sejarah awal perjuangan Rasulullah Muhammad SAW memang sangat
pahit. Terhitung tiga tahun sebelum hijrah, Rasulullah SAW melakukan
perjalanan ke Thaif untuk melakukan dakwah dan mengajak Kabilah Tsaqif
masuk Islam. Perjalanan ini dilakukan tidak lama setelah wafatnya Siti
Khadijah pada 619 Masehi dan wafatnya Abu Thalib, pelindung utama yang
juga paman Rasulullah SAW pada 620 Masehi.
Meninggalnya Abu
Thalib dan Siti Khadijah ini yang disegani oleh kaum musyrik Qurais,
membuat mereka semakin berani mengganggu Rasulullah SAW. Oleh karena
itu, jika warga kota Thaif mau menerima Islam, kota
ini akan dijadikan tempat berlindung bagi warga muslimin dari kekejaman kaum musyrikin Makkah.
Untuk
menghindari penganiayaan yang lebih berat secara diam-diam dan dengan
berjalan kaki, Rasulullah mencoba pergi ke Thaif untuk meminta
pertolongan dan perlindungan. Rasulullah tinggal di Thaif selama
sepuluh
hari untuk berdakwah dan meminta perlindungan. Namun, ternyata penduduk
Thaif melakukan penolakan dan memperlakukan Rasulullah dengan kasar.
Saat
itu, kaum Tsaqif melempari Rasulullah SAW, sehingga kakinya terluka.
Tindakan brutal penduduk Thaif ini membuat Zaid bin Haritsah membelanya
dan melindunginya, tapi kepalanya juga terluka akibat terkena lemparan
batu. Akhirnya, Rasulullah berlindung di kebun milik ‘Utbah bin Rabi’ah.
Saat itu, Rasulullah SAW berdoa, "Ya,
Allah kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku kurangnya kesanggupanku, dan
kerendahan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai Dzat Yang Maha
Pengasih ladi Maha Penyayang. Engkaulah Pelindung bagi si lemah dan
Engkau jualah pelindungku! Kepada siapa diriku hendak Engkau serahkan?
Kepada orang jauh yang berwajah suram terhadapku, ataukah kepada musuh
yang akan menguasai diriku? Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka semua
itu tak kuhiraukan, karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau
limpahkan kepadaku. Aku berlindung pada sinar cahaya wajah-Mu, yang
menerangi kegelapan dan mendatangkan kebajikan di dunia dan di akherat
dari murka-Mu yang hendak Engkau turunkan dan mempersalahkan diriku.
Engkau berkenan. Sungguh tiada daya dan kekuatan apa pun selain atas
perkenan-Mu."
Dari doa ini tentu semua begitu memahami
betapa beratnya cobaan Rasulullah SAW saat itu dalam menghadapi
penganiayaan dengan penuh ridho, ikhlas dan sabar, serta tidak pernah
berputus asa. Seperti sejumlah cerita yang diriwayatkan kembali ulama
hadist terkenal, Imam Bukhori dan Muslim dari Asiyah ra (istri kedua
Rasulullah SAW).
Ia (Aisyah) berkata, "Wahai Rasulullah SAW,
pernahkah engkau mengalami peristiwa yang lebih berat dari peristiwa
Uhud?“ Jawab Nabi saw, “Aku telah mengalami berbagai penganiayaan dari
kaumku. Tetapi penganiayaan terberat yang pernah aku rasakan ialah pada
hari ‘Aqabah di mana aku datang dan berdakwah kepada Ibnu Abdi Yalil bin
Abdi Kilal, tetapi tersentak dan tersadar ketika sampai di
Qarnu’ts-Tsa’alib. Lalu aku angkat kepalaku, dan aku pandang dan
tiba-tiba muncul Jibril memanggilku seraya berkata, “Sesungguhnya Allah
telah mendengar perkataan dan jawaban kaummu terhadapmu, dan Allah telah
mengutus Malaikat penjaga gunung untuk engkau perintahkan sesukamu,“
Rasulullah SAW melanjutkan.
"Kemudian Malaikat penjaga gunung
memanggilku dan mengucapkan salam kepadaku lalu berkata, “ Wahai
Muhammad! Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu
terhadapmu. Aku adalah Malaikat penjaga gunung, dan Rabb-mu telah
mengutusku kepadamu untuk engkau perintahkan sesukamu, jika engkau suka,
aku bisa membalikkan gunung Akhsyabin ini ke atas mereka." Jawab
Rasulullah SAW, “Bahkan aku menginginkan semoga Allah berkenan
mengeluarkan dari anak keturunan mereka generasi yang menyembah Allah
semata, tidak menyekutukan-Nya, dengan sesuatu pun.“ Subhanallah..!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar